Sihir Youtuber Desa


Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO/BUDI SUWARNA/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO/ ELSA EMIRIA LEBA

Para youtuber dari desa membuat konten yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti mencangkul, mengarit, atau memancing, mengawinkan sapi. Ternyata, konten-konten seperti itu dianggap otentik dan laku.

Bukan cuma Atta Halilintar yang bisa kaya raya sebagai youtuber, orang-orang dari desa pun mampu melakukannya. Mereka mencetak cuan dari konten-konten yang bercerita tentang cara mengarit rumput, mengawinkan sapi, hingga memergoki memedi.

Siswanto alias Siboen (37), warga Desa Kasegeran, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah tidak pernah membayangkan ia akan terkenal dan hidup sejahtera sebagai youtuber. Betapa tidak, sampai tahun 2016, montir sepeda motor itu, bahkan tidak punya telepon seluler apalagi akrab dengan Youtube.
Suatu hari, ia menonton televisi dan mendapati berita soal para youtuber yang kaya raya berkat konten-konten mereka. Itulah pertama kali Siboen bersentuhan dengan dunia youtuber.

Siaran televisi itu lantas mendorong dia untuk mengenal dunia Youtube lebih jauh. Siboen berpikir Youtube bisa memberinya jalan keluar untuk mencetak uang di saat ia nyaris bangkrut lantaran bengkel sepeda motornya sepi peminat.

Ia memutuskan menjual perhiasan istrinya untuk membeli gawai sederhana dengan memori seadanya. Dengan modal gawai pertamanya itu ia terkoneksi dengan Youtube dan media baru lainnya. Ia belajar secara autodidak seluk beluk Youtube dan cara membuat konten.

Lewat beberapa kali pengambilan gambar, ia akhirnya bisa membuat konten pertamanya soal komedi Banyumasan 2016. Waktu itu, cerita Siboen, jaringan internet desanya masih buruk. “Mengunggah video berdurasi tiga menit saja makan waktu dari jam 16.00 dan baru terkirim pukul 23.00,” kata laki-laki lulusan SD itu saat ditemui di rumahnya di Desa Kasegeran, Kamis (22/4/2021).

Konten itu kurang berhasil sehingga ia membuat konten tutorial cara memperbaiki sepeda motor yang ia kuasa. Dari situ, ia menemukan jalan sebagai youtuber terkenal. Salah satu konten Siboen soal cara menyeting karburator sepeda motor, menarik jutaan pemirsa Youtube. Video itu pula yang memberinya penghasilan pertama dari Youtube sebesar Rp 1,8 juta pada Oktober 2017.

Sejak saat itu, Youtube-nya terus berkembang, diikuti, dan dipelototi banyak orang. Ia pun berhasil mendapatkan empat Silver Play Button dan satu Gold Play Button dari 10 akun yang ia miliki.
Akun-akun itu memberinya penghasilan ratusan juta rupiah per bulan, termasuk dari akun yang mengulas cerita-cerita misteri di desanya. Kadang ia mengajak pemirsa jalan-jalan ke tengah sawah atau kebon pada malam hari sekadar untuk memergoki memedi.

Keberhasilan Siboen membuat beberapa pemuda dan warga Desa Kasegeran belajar meniti karier sebagai youtuber dari Siboen. Maka, munculah 30-an youtuber baru dari desa itu. Salah seorang di antaranya Tirwan, yang sebelum menjadi youtuber bekerja sebagai pedagang cilok. Laki-laki yang di Youtube menggunakan nama Angger Pradesa itu mengajak pemirsa menikmati asyiknya masak masakan tradisional di alam terbuka, di tengah desa. Penghasilannya sebagai youtuber kini telah mencapai jutaan rupiah. Padahal saat jualan cilok penghasilannya di bawah  Rp 100.000 per hari.
Selain dari Desa Kasegeran, banyak pula youtuber dari desa lain di pelosok Indonesia yang berjaya. Dari Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, misalnya, muncul youtuber Ronsi Geronsiyono (22) dengan 1,05 juta pengikut.

Pemuda dari kampung Golo Ngawang yang susah sinyal dan belum masuk jaringan listrik PLN itu, membuat konten-konten percakapan lucu dan absurd. Konten itu menarik perhatian banyak netizen. Salah satu konten, yakni Terjemahan Bahasa Inggris Lucu Part 1 //Bocah Korslet ditonton 1,4 juta kali dan viral pada Juli 2019.
"Nggak disangka bisa trending nomor satu, banyak yang share dan dukung agar dilanjutkan sehingga kami ada rasa semangat untuk buat konten komedi lagi," kata Ronsi, lulusan Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Rabu (5/5/2021).

Konten-konten lainnya tak kalah populer. Konten berjudul Google Kalah Teka Teki ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 27 juta kali, Terjemahan Bahasa Inggris Lucu Part 3 ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 7,4 juta kali, dan Giliran Si Ompong Kalah dari Google ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 6,2 juta kali. Secara keseluruhan, konten-konten buatan Ronsi telah ditonton 97,36 juta kali.

Dari situ, ia meraih popularitas sekaligus uang. Satu video dengan 20-an juta penonton buatan Ronsi, bisa menghasilkan uang di atas Rp 100 juta per bulan. Namun, ia mengaku penghasilannya fluktuatif antara Rp 10 juta-Rp 90 juta per bulan. Penghasilannya dari Youtube itu bak bumi dan langit dibandingkan penghasilannya sebagai guru honorer di SMP Negeri Satap Meni Lontong, yang hanya Rp 400.000 per bulan.
Masih banyak youtuber dari desa di Indonesia yang bermunculan dalam 2-3 tahun terakhir ini. Latar belakang mereka berbeda-beda mulai pedagang cilok tukang bangunan, peternak sapi, hingga pemuda pengangguran yang sebelumnya hanya luntang-lantung di desa.
Konten-konten yang mereka buat sebagian besar bertutur tentang keseharian hidup di desa mulai mancing ikan di rawa, menikmati makanan kampung seperti belalang goreng, asyiknya boncengan dengan bunga desa, repotnya mengawinkan sapi, hingga blusukan ke tempat seram untuk memergoki memedi.

Kadang sebagian dari mereka membuat konten tentang kisah hidup mereka sebelum jadi youtuber dan bagaimana cara mereka menghabiskan uang berjuta-juta rupiah yang diperoleh dari youtube. Ada youtuber yang datang ke toko pakaian dan menghabiskan jutaan rupiah untuk memborong celana jins. Mungkin dia terinspirasi youtuber terkenal dari kalangan selebritas yang gemar pamer mobil baru dan kekayaan.

Apapun, sebagian youtuber dari desa telah berhasil menyihir jutaan pemirsa lewat konten-konten yang bertutur tentang orang desa dan kehidupannya.

Narasi desa
Dulu kita tidak membayangkan desa-desa akan mencetak youtuber. Betapa tidak, bahkan hingga satu-dua dekade yang lalu, layanan internet belum masuk ke desa-desa. Waktu luang mereka mungkin lebih banyak tersedot untuk menonton televisi mulai sinetron, sepak bola, komedi, dan reality show.
Situasi berubah ketika penetrasi internet, gawai, dan media baru yang terkandung di dalamnya, mengalir deras hingga ke pelosok desa. Dari situ, mereka berselancar mengarungi samudera digital dan menjadi bagian tak terpisahlan dari gaya hidup baru yang narsistik, yang gemar melihat dan dilihat orang lain.
"Penetrasi media baru membuat semua orang, termasuk yang tinggal di desa, memiliki peluang yang sama untuk berekspresi melalui media baru. Pada titik ini, banyak orang yang tadinya khalayak pasif dari media mainstream, terutama televisi, lantas melompat menjadi khalayak aktif bahkan jadi produsen konten," ujar pemerhati budaya pop AG Eka Wenats dari Universitas Paramadina.

Ronsi Geronsiyono mengakui, youtube memotivasi anak-anak muda di daerah seperti dirinya untuk menyalurkan ide dan berkarya. Anak muda di daerah terbelakang kini tidak memiliki alasan lagi untuk tidak berkarya karena dunia sudah menyediakan media untuk menyalurkan ide.

"Di kampung saya (Manggarai Timur) itu, listrik PLN tidak ada. Kami hanya pakai genset yang hanya mengalirkan listrik dari jam enam sore sampai sepuluh malam. Tapi itu tidak menghalangi saya (berkarya),” ujar Ronsi.

Sebagai produsen konten, menurut Eka, para youtuber dari desa membuat konten yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti mencangkul, mengarit, memancing, atau mengawinkan sapi. Ternyata, konten-konten seperti itu dianggap otentik oleh orang-orang yang ingin tahu atau rindu pada kehidupan di desa. Dari situlah tercipta ceruk pasar konten bercitra desa.

"Oh ternyata konten seperti itu laku dan menghasilkan uang. Lantas anak-anak muda desa berpikir, kalau begitu bukan cuma Atta Halilintar, Raffi Ahmad, Ria Ricis, atau youtuber lain dari kota yang bisa kaya, kita juga bisa. Maka, mereka bergerak dan makin piawai membuat konten yang relevan dengan kebutuhan pasar mereka," tambah Eka.

Pada titik ini, menurut Eka, kehadiran para youtuber dari desa perlu didorong. Sebab, narasi konten yang mereka buat berpotensi menandingi kesadaran palsu soal gaya hidup mutahir masyarakat modern yang bertahun-tahun ditanamkan kapitalisme.

"Bahwa untuk hidup bahagia itu tidak berarti harus rajin nongkrong di mal, pakai baju merek terkenal, makan di restoran mahal, tinggal di apartemen mewah di pusat Jakarta. Hidup bahagia itu bisa saja sederhana seperti makan di pinggir sawah, jalan-jalan di perkampungan, dan nongkrong di angkringan," tutur Eka.

Lewat konten-konten mereka, para youtuber dari desa menunjukkan hidup di desa pun perlu dibanggakan. Hidup di desa tidak jelek-jelek amat dan jauh dari sengsara. Apalagi dengan penghasilan fantastis. Ah, bahagianya! (DKA/LSA/BSW)









Share this

Related Posts

Previous
Next Post »