Munculnya puluhan ”youtuber” di Desa Kasegeran secara kasatmata mulai memperlihatkan aura kemajuan. Ekonomi dan rasa percaya diri warga desa terangkat.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO/W MEGANDIKA WICAKSONO
Mimpi kaya raya berkat Youtube mewujud di Desa Kasegeran, desa paling miskin di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak 30 warga desa itu yang dulu penganggur atau pekerja serabutan berhasil menjadi youtuber berpenghasilan jutaan hingga ratusan juta rupiah. Keberhasilan mereka lantas menetes ke warga dan melumasi mesin perekonomian desa.
Para youtuber Desa Kasegeran itu berbagi penghasilan dengan rutin membeli beras sampai minyak goreng untuk dibagikan kepada ratusan warga berkekurangan. Rumah-rumah tak layak huni mereka perbaiki sehingga pemiliknya bersukacita. Kebutuhan rumah ibadah seperti Al Quran tak lupa mereka penuhi.
Kondisi ini jauh berbeda dengan masa tiga tahun lalu. Ketika itu pengangguran dan kemiskinan tampak mencolok di Desa Kasegeran. Banyak anak muda nongkrong di pos siskamling. Bukan untuk ikut menjaga desa, melainkan hanya mengobrol dan bermain kartu untuk membunuh waktu.
Kini nyaris tak ada anak muda nongkrong di pos siskamling. Mereka sibuk membuat konten agar bisa menjadi youtuber andal seperti Siswanto (37) atau akrab dipanggil Siboen. Siboen tak lain montir sepeda motor dari Kasegeran yang berhasil meniti karier sebagai youtuber sejak 2016 berpenghasilan fantastis untuk ukuran kebanyakan warga di kota maupun desa.
Seperti kawan sedesanya, Siboen yang hanya tamatan sekolah dasar dulu berjuang mencari penghidupan dengan merantau ke Jakarta. Tanpa keterampilan khusus, kehidupannya tak juga berubah. Ia malah nyaris tersengat listrik ketika mencoba menjadi tukang las. Ia pun memutuskan kembali ke desa, habitat asalnya. Ia lantas mengikuti kursus montir di Yogyakarta.
Tahun 2004, ia membuka bengkel sepeda motor di kampungnya, tetapi tak banyak orang yang memakai jasanya. Maklum, di desanya ketika itu, yang punya sepeda motor pun baru sedikit.
Ia lama hidup sengsara, bahkan kesulitan membeli makanan. Dalam kondisi nyaris bangkrut, ia terinspirasi menjadi youtuber setelah menonton tayangan di televisi soal youtuber-youtuber sukses pada 2016. Saat itu ia baru tahu ada ”makhluk” bernama Youtube yang bisa menghasilkan uang.
Singkat cerita, Siboen belajar menjadi youtuber secara autodidak. Tidak lama kemudian ia sudah bisa membuat konten-konten tutorial tentang servis motor yang ia kuasai. Setahun kemudian, akun Youtube-nya sudah menghasilkan ”gaji” pertama sebesar Rp 1,8 juta.
”Senang sekali setelah menunggu lama akhirnya gajian. Waktu itu saya belum tahu jadwal gajian dari Youtube sampai tiap malam menunggu di ATM,” kata Siboen dengan logat Banyumasan yang kental saat ditemui, Kamis (22/4/2021), di rumahnya di Desa Kasegeran. Ia mengaku selalu tertawa jika ingat momen itu.
Sejak itu, ia makin semangat membuat konten, misalnya cara memperbaiki kopling atau ganti oli motor. Tak disangka, banyak orang senang belajar dari konten tutorialnya. Dalam waktu singkat, pengikutnya terus bertambah hingga mencapai 1,2 juta. Besar ”gajinya” pun dengan cepat melesat dari jutaan rupiah menjadi lebih dari dua ratus juta rupiah per bulan.
”Dari penghasilan jadi youtuber, saya bisa membeli tanah, membangun rumah dan bengkel. Orang desa mengira saya nyupang (punya pesugihan). Sampai anak-anak mereka tidak boleh main ke rumah saya,” tutur Siboen yang mempunyai empat anak.
Di banyak desa di Indonesia, orang yang tiba-tiba kaya raya tanpa terlihat punya pekerjaan yang jelas, seringkali dituduh memakai pesugihan. Contoh terbaru terjadi di Depok, Jawa Tengah yang memicu munculnya cerita konspirasi soal babi ngepet.
Siboen mengajak keluarga, teman, dan warga desa untuk mengikuti jejaknya menjadi youtuber agar bisa membebaskan dari kemiskinan. ”Saya membuka pintu untuk mereka. Awalnya memberi teori, tetapi warga yang belum tahu apa itu youtuber susah memahami. Akhirnya saya minta mereka ikut saya membuat konten, ikut shooting untuk live streaming supaya sekalian belajar,” katanya.
Cara itu lebih cepat dan efektif. Mengenai sisi teknis, misalnya cara mengunggah konten dan mengedit video, ia membantu melakukannya. Dari sini, ia mampu mencetak 30 youtuber dari Desa Kasegeran. Mereka kini berpenghasilan jutaan hingga puluhan juta rupiah.
Mister Syam (29) adalah satu di antara murid Siboen yang sudah mentas. Akun milik Syam kini punya 266.000 subscriber. Kontennya, antara lain, soal cerita misteri, balada kehidupan orang desa, dan tips menghilangkan noda pada barang-barang. ”Alhamdulillah, (penghasilan sebagai youtuber) bisa bantu orangtua,” ujar alumnus Politeknik Negeri Semarang itu sambil menahan haru.
Syam yang juga karyawan perusahaan di Purwokerto dengan terbata-bata menceritakan kehidupannya dan keluarga yang dulu amat susah. Ayah dan ibunya bekerja keras berdagang mainan plastik dan balon untuk menghidupi keluarga. Sang ayah keluar masuk kampung memikul dagangan.
”Sekarang penghasilan saya sebagai youtuber sudah cukup untuk membantu orangtua,” ujar anak bungsu dari enam bersaudara ini.
Abangnya, Sura Blendong (40), juga terjun sebagai youtuber. ”Sebenarnya saya penjual sepeda motor bekas, tapi sejak pandemi, pembeli tinggal separuh,” ujar Sura.
Pemilik akun dengan 201.000 subscriber itu tak mau menyebutkan persis penghasilannya sebagai youtuber. ”Cukuplah, he-he-he,” jawabnya.
Profesi baru sebagai youtuber juga mengubah nasib Tirwan (42) yang dulu pedagang cilok di Kasegeran. Pemilik akun Angger Pradesa dengan 88.900 subscriber itu membuat konten memasak makanan khas Banyumas di alam terbuka dengan tungku kayu. Kadang di pinggir sawah, sungai, atau hutan.
Ia melibatkan istri, ibu, dan kadang anaknya ketika membuat konten. ”Biyung (ibu) sekarang berusia 62 tahun, senang diajak pergi-pergi. Yang ambil video, istri saya,” ujar Tirwan menjelaskan tugas anggota keluarganya.
Dengan membuat konten baru delapan kali sebulan, Tirwan menerima penghasilan jutaan rupiah dari Youtube. Ia pun makin serius jadi youtuber dan mengakhiri kariernya sebagai tukang cilok.
Belakangan, orang-orang dari luar desa, kabupaten, bahkan luar Pulau Jawa berguru kepada Siboen. Sebagian dari mereka adalah pengikut setia akun Siboen. ”Sebenarnya yang belajar ke saya ratusan orang, tapi yang mau sabar dan tekun hanya puluhan,” ujar Siboen.
Karena banyaknya youtuber yang mentas dan sedang belajar di Kasegeran, desa itu dijuluki sebagai ”desa youtuber”. Julukan itu memberi identitas baru bagi desa yang dulu dicitrakan lekat dengan kemiskinan.
Memajukan desa
Munculnya puluhan youtuber di desa itu secara kasatmata mulai memperlihatkan aura kemajuan di Desa Kasegeran. Di tengah kondisi ekonomi sedang tertekan akibat hantaman pandemi Covid-19, beberapa warga mampu merenovasi rumah.
Rumah-rumah mentereng juga mulai muncul di Kasegeran. ”Itu rumah orangtua yang anaknya jadi youtuber. Setelah sukses, anaknya membuatkan rumah bagus untuk orangtuanya, seperti hotel,” tutur Kepala Desa Kasegeran Saifuddin, Jumat (23/4/2021), di rumahnya.
Saifuddin juga mencatat kepemilikan sepeda motor dan mobil baru di desanya bertambah. ”Meski begitu, status Kasegeran sebagai desa termiskin se-Kecamatan Cilongok belum lepas,” ujarnya.
Melihat munculnya youtuber dari Kasegeran yang mampu mencetak uang jutaan rupiah per bulan, Saifuddin optimistis sebentar lagi roda ekonomi di desanya akan terangkat. Minimal sejajar dengan 19 desa lain di Cilongok.
Sebelum munculnya puluhan youtuber di sana, puluhan tahun mayoritas warga Desa Kasegeran hidup susah karena nyaris tak ada lapangan kerja bagi warga yang sebagian besar lulusan SMP dan tak punya keterampilan khusus. Luas lahan pertanian berupa sawah terbatas sebab sebagian besar lahan di desa dengan luas 618,9 hektar merupakan ladang. Pohon nira mendominasi jumlah tanaman, sisanya tanaman pangan palawija dan sedikit sawah.
Sekitar 50 persen dari 1.776 keluarga (4.776 jiwa) menjadi penderes (pemanen air nira untuk diolah menjadi gula) dengan pendapatan per hari Rp 25.000 hingga Rp 30.000. Sisanya petani ladang, buruh tani, dan pedagang yang besar penghasilannya Rp 60.000-Rp 70.000 per hari, tetapi tak selalu ada pendapatan.
Keberadaan para youtuber memang belum menambah penghasilan asli daerah Desa Kasegeran secara signifikan. Namun, mereka menginspirasi pimpinan desa untuk menghadirkan internet di desa. Mereka bekerja sama dengan Telkom memasang satu server internet di balai desa kemudian sinyal internet disebarkan lewat tiang-tiang Wi-Fi di empat RW untuk menjangkau warga.
”Satu tiang ini bisa memberi layanan internet untuk satu RW atau jaraknya radius sekitar 200 meter,” ujar Saifuddin.
Untuk menikmati internet, lanjut Saifuddin, ada sekitar 150 rumah tangga tidak perlu berlangganan per rumah, tetapi cukup membeli kupon internet kepada agen yang ditunjuk desa. Untuk menikmati internet selama 2 jam, harga kupon hanya Rp 2.000. Adapun untuk kupon seharga Rp 5.000 bisa mendapatkan fasilitas internet 24 jam.
”Ini membantu masyarakat di pelosok dan pegunungan. Mereka yang butuh belajar daring bisa terbantu internet desa,” ujar Saifuddin.
Pihaknya bersama kelompok youtuber juga akan membuat studio desa untuk menyebarkan sistem informasi perdesaan. ”Rencana mau buat studio desa di gudang yang sedang direnovasi di balai desa. Studio ini untuk menyiarkan informasi desa secara visual, misalnya budaya, pemerintahan, agama, dan olahraga,” papar Saifuddin.
Sementara itu, Siboen yang kini menjadi Ketua Badan Usaha Milik Desa Wiragemi Desa Kasegeran sudah mulai mewujudkan idenya membuat tempat rekreasi di desanya agar warga desa tak perlu pergi jauh untuk rekreasi. Ia sudah membuat Taman K-Boen yang menjadi tempat bermain dan makan bagi pengunjung. Ke depan, Siboen ingin membuat hutan wisata di desanya sebagai tempat rekreasi sekaligus memberdayakan warga yang hidup di tepi hutan.
Begitulah, fajar baru era digital telah merekah di Kasegeran.