Hippo - Power Bank

 Jakarta - Berawal dari usaha kecil-kecilan di Mangga Dua pada tahun 1999, Agus Salim kini menjadi salah satu pengusaha yang diperhitungkan di industri aksesoris ponsel. Mengusung merek HIPPO Power, Agus Salim mengecap kesuksesan sebagai pemain dominan di pasaran powerbank Indonesia.

Sejak tahun 2000, Agus mulai memasarkan power bank. Padahal kala itu power bank sama sekali belum populer di Indonesia. “Bisa dibilang kami salah satu pelopor ya. Kami harus mengedukasi masyarakat apa itu power bank dan manfaatnya,” kata Agus saat ditemui di kantornya yang berada di bilangan Roxy Mas – Jakarta Barat.


Berbagai varian produk HIPPO POWERBANK dengan mudah ditemui dan tersebar luas di seluruh Indonesia dengan didukung oleh dealer-dealer dan super store yang memberikan kenyamanan bagi end user costumer seluruh Indonesia. Varian HIPPO Power Bank dapat ditemui di Indomaret, Gramedia, Paper Clip, Lotte Mart, Hero, Giant, Guardian, Electronic City, Electronic Solution dan Erafone.

HIPPO bekerjasama dengan Disney, memegang lisensi untuk memproduksi power bank edisi khusus Cars dan Planes 6000 mAh. Selain power bank, HIPPO juga memiliki variasi produk lainnya seperti charger mobil, adaptor dan baterai. Menurut Lili Susanty, CFO HIPPO, salah satu kunci kesuksesan mereka adalah karena selalu mengutamakan kualitas dan servis pada pelanggan.

“Kami merupakan perusahaan pertama dan satu-satunya yang punya customer service center untuk power bank yakni HIPPO Care,” ujar Lili. Di HIPPO Care yang tersebar seluruh Indonesia, customer bisa bertanya mengenai produk dan konslutasi jika ada kendala. Bahkan HIPPO berani menawarkan garansi selama 3 bulan ganti baru jika ada kerusakan atau kesalahan produksi.






Social Media School

 Facebook: Guru Menulis Terbaik di Dunia

September 9, 2017

Saya punya teman, ibu-ibu. Lima tahun yang lalu setiap kali ketemu saya selalu bilang: “ajarin saya nulis donk. Saya pengin banget bisa nulis kayak mas Siwo.”

Dia selalu mengeluh: “Saya sulit menemukan ide untuk ditulis… Kalaupun ketemu ide, saya kesulitan menuangkannya ke dalam tulisan… Saya nggak bisa membikin kerangka tulisan yang sistematis… Kalau nulis, satu kalimat dengan kalimat berikutnya nggak nyambung… Setelah selesai nulis, saya baru sadar bahwa alurnya kacau-balau.” Dan segudang keluhan lain ia tumpahkan.

Semuanya berubah sejak tiga tahun lalu. Saat si ibu punya akun Facebook. Sejak saat itu dia tidak lagi “mengganggu” saya dengan segudang keluhannya. Dan betul, ketika iseng-iseng saya tengok isi status update-nya di Facebook: “Wow… ciamik sekali tulisannya!!!”


Begitu rapi si ibu meng-compose sebuah tulisan, walaupun dalam bentuk status update. Dari tulisannya yang panjang-sistematis; judulnya yang seksi-menggoda; pilihan katanya yang pas dan casual; logikanya runut; alurnya mengalir deras; pokoknya ciamik abis

Siapa yang ngajarin si ibu menulis? Facebook.

Bagaimana Facebook Mengajari Kita Menulis?

Ada tiga tips jitu bagaimana Facebook mengajari kita menulis. Ini berbeda dengan cara guru SD dan SMP kita dulu mengajari kita menulis. Cara mereka kuno, boring, sarat teori, penuh dengan “juklak” ini-itu, dan begitu membebani karena kita dituntut harus mendapat nilai 10.

#1. Intrinsic Motivation: “Eksis-Narsis”

Tips paling ampuh Facebook dalam mengajari kita menulis adalah bukan dengan cara memberi nilai rapor 10. Tapi dengan memberi ruang ekspresi, yaitu: narsis.

Kita begitu passionate menulis di Facebook (bahkan bisa puluhan status seharinya) karena kita mendapatkan “social reward” yang tak ternilai berupa: “likes”, “mention”, “share”, komentar, pujian, salut, respect, dan apresiasi dari teman.

Dalam proses pembelajaran, inilah yang disebut intrinsic motivation. Yaitu semangat belajar yang datang dari dalam diri kita (intrinsic), bukan dari luar (extrinsic) seperti dari guru atau orang tua kita. Intrinsic motivation adalah faktor paling krusial dalam proses pembelajaran, dan Facebook menciptakannya dengan sangat cantik dan ciamik.

#2. Peer Learning

Kedua, Facebook mengajari kita menulis dengan cara yang sama sekali berbeda dengan cara guru mengarang kita di SD/SMP, yaitu menggunakan pendekatan “peer to peer”. Facebook tidak memberi kita teori menulis. Ia juga tidak memberikan tips-tips “how to write effectively”.

Yang ia lakukan adalah menyediakan collaborative platform dimana kita bisa saling belajar menulis satu sama lain. Ketika saya tanya si ibu bagaimana ia bisa secepat ini piawai menulis, jawaban dia enteng: “saya niru-niru aja postingan temen-temen, lama-lama juga bisa sendiri”.

Inilah yang disebut John Dewey (Democracy and Education, 1916) sebagai peer learning. Melalui platform yang disediakan Facebook, para pembelajar seperti si ibu berinteraksi satu sama lain untuk mewujudkan tujuan pembelajaran bersama yaitu: bisa menulis.

#3. Gamifikasi

Sebagai booster, Facebook juga menggunakan pendekatan gamifikasi (gamification) untuk memacu kita agar terus-menerus berlatih menulis. Bagaimana kita bisa begitu antusias dalam sehari puluhan kali “berlatih menulis” melalui status updates kita di Facebook? Padahal dulu pada waktu SD, kita dapat pelajaran mengarang sekali seminggu saja boring-nya minta ampun.

Kuncinya adalah gamifikasi. Karena ada carrot and stick di situ, yaitu: likes, share, mention, pujian, apresiasi, dan riuh rendah tepuk tangan teman-teman kita di media sosial.

Berkat Facebook kini semua orang jadi piawai menulis dan mengarang. Kata pakar, “Facebook has create a renaissance in the written word.” Dan menariknya, Facebook mengajari kita menulis bukanlah by design. Bahkan saya yakin, sampai ditulisnya artikel ini Facebook pasti belum sadar bahwa ia adalah guru menulis terhebat di dunia.

Inilah era prosumer. Konsumen seringkali lebih cepat dan lebih smart ketimbang pemilik platformnya sendiri.

The Death of School As We Know It!

Menutup tulisan ini saya ingin mengajak kita semua untuk sedikit merenungkan proses yang dialami si ibu dan kita semua para Facebookers. Beginilah bentuk pembelajaran (learning) kini dan ke depan. Bentuk pembelajaran gaya baru.

Di tahun 1917 mobil baru bisa melaju 45 km/jam; bola lampu dan telepon sedang hot-hotnya; transistor, komputer dan digital bahkan belum lahir. Kini 2017 seluruh teknologi tersebut maju super pesat mengikuti deret ukur. Apalagi kini kita memasuki era disrupsi.

Tapi ironis, kondisi pembelajaran di kelas tahun itu masih tak beda jauh dari kondisi kelas hari ini. Itulah pendidikan, institusi yang paling sulit berubah.

Karena itu sekolah-sekolah kita harus berubah. Gaya belajar seperti para Facebookers di atas pelan tapi pasti akan merambah bidang-bidang lain seperti: coding, programming, artificial intelligence, big data analysing, biocomputing, DNA recombining, dan seabrek ilmu masa depan lainya.

Kini kita memasuki era social learning dimana belajar dilakukan di dalam collaborative platform (seperti Facebook salah satunya) secara bersama-sama, self-motivated, highly-productive, fun, dan sangat entertaining. Melihat perkembangan disruptif semacam ini kita melihat, sekolah-sekolah kita semakin tidak relevan.

Dan kalau sekolah sudah tidak relevan, maka ia akan punah di telan jaman.

Sekolah Enterpreneur

 Entrepreneurial Skills for Kids

https://www.yuswohady.com/2017/05/06/entrepreneurial-skills-for-kids/

May 6, 2017

Beberapa bulan terakhir ini saya banyak bergumul dengan para entrepreneur cilik. Ya, karena sejak awal tahun ini saya mendirikan Creator School, sebuah sekolah yang mempersiapkan anak-anak SMP-SMA untuk menjadi entrepreneur handal.

Selama tiga bulan (12 minggu) mereka harus mengerjakan proyek bisnis riil mulai dari mencari ide produk, menyusun konsep produk, melakukan riset pasar, menyusun business plan, membuat prototip produk, melakukan product testing di pasar, meluncurkannya, dan akhirnya memasarkannya.

Dari banyak bergaul dengan mereka saya semakin yakin bahwa memang entrepreneurial mindset haruslah ditumbuhkan sejak kecil. “It ‘s a learning of a lifetime.” Belajar menjadi entrepreneur adalah belajar seumur hidup dan harus dimulai sedini mungkin, bahkan sejak balita.


Karena itu orang tua harus memiliki apa yang saya sebut “entrepreneurial vision” terhadap anak-anak mereka, sebuah visi untuk menjadikan anak-anak mereka menjadi generasi entrepreneur yang hebat di masa datang. Kalau generasi masa depan Indonesia didominasi oleh entrepreneur-entrepreneur hebat, maka 1000% saya yakin Indonesia bakal menjadi negara hebat. Negara hebat sekelas Amerika Serikat atau Cina pasti bisa kita libas.

Karena banyak bergaul dengan para entrepreneur cilik di Creator School, akhirnya saya teroda untuk mengidentifikasi kemampuan apa saja yang harus diajarkan ke anak-anak kita agar mereka bisa menjadi entrepreneur hebat kelak. Berikut ini adalah 7 entrepreneurial skill yang harus diajarkan ke anak sejak dini.

#1. Innovation

Modal dasar seorang entrepreneur adalah kemampuan mencari ide-ide produk/bisnis yang unik dan merealisasikannya. Karena itu sejak dini anak-anak harus dibiasakan di manapun dan kapanpun mengamati setiap kejadian yang ada di sekitarnya untuk dijadikan ide produk/bisnis. Setiap kejadian di sekitar kita (di jalan, di pasar, di mal, bahkan di tempat pembuangan sampah) bisa menjadi sumber ide yang luar biasa untuk produk/bisnis.

Karena itu, saat orang tua mengajak si anak jalan-jalan ke pasar atau ke mal, itulah saat yang tepat untuk melatih daya inovasi dan kreativitas. Alih-alih mengumbar nafsu si anak dalam berbelanja, orang tua bisa mengarahkan dan memancing imajinasi si anak untuk menemukan ide produk/bisnis. Saat melihat mainan-mainan di mal misalnya, si orang tua bisa tanya: “bisa nggak kamu punya ide yang lebih baik dari ini?”

#2. Take Risk

Ciri unik seorang entrepreneur adalah keberaniannya dalam mengambil risiko. Mengambil risiko tak bisa diajarkan dengan ceramah, tapi harus praktek langsung dengan memberinya modal riil untuk berbisnis. Tentu awalnya dari bisnis-bisnis yang gampang dan kecil risikonya. Pelan-pelan seiring usianya tingkat risiko itu ditingkatkan. Di Creator School, selama 12 minggu mereka harus mengerjakan proyek bisnis riil dimana mereka diberi modal riil pula. Dengan menjalankan bisnis secara riil dengan modal riil maka mereka akan merasakan bagaimana beratnya menanggung sebuah risiko bisnis.

#3. Making Money

Motivasi paling ampuh bagi seorang entrepreneur adalah bisa menghasilkan banyak uang. Karena itu sejak kecil anak-anak perlu ditanamkan untuk bisa menghasilkan uang, bukan sebaliknya hobi menghabiskan uang. Hal yang perlu ditanamkan kepada si anak bukanlah semata uangnya, tapi kerja keras yang sudah mereka lakukan dalam menghasilkan uang. Jadi uang adalah bentuk “penghargaan” atas kerja keras tersebut. Kita tahu menghasilkan duit itu tidak gampang. Karena itu begitu si anak tahu susahnya mencari duit, maka mereka akan sangat arif dan bijaksana dalam membelanjakan uang yang dipunyainya.

#4. Selling

Untuk bisa menghasilkan duit, seorang entrepreneur harus piawai menjual. Karena itu si anak harus sejak dini dilatih untuk bisa menjual dan menghasilkan profit. Caranya harus praktek langsung, dimulai dari yang simpel-simpel. Ketika masih TK atau SD misalnya, mereka bisa menjual permen ke teman-teman di sekolah. Ketika si anak praktek langsung jualan maka mereka akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman luar biasa dalam: berkomunikasi, meyakinkan konsumen, bernegosiasi harga, bahkan menerima penolakan. Ingat, anak Anda tak akan bisa menjadi entrepreneur hebat kalau tidak bisa jualan.

#5. Service

Seorang entrepreneur tak cukup hanya piawai dalam menjual. Setelah konsumen didapat maka ia harus bisa terus membuat si konsumen happy dan satisfied agar mereka terus membeli produk kepadanya. Di sinilah keterampilan servis (service skill) dibutuhkan. Kalau selling diarahkan untuk “mendapatkan” konsumen, maka service diarahkan untuk “menjaga” konsumen agar loyal. Karena itu setelah si anak bisa menghasilkan konsumen yaitu teman-temannya di sekolah, maka ia juga harus “menjaganya” agar terus membeli produk kepadanya.

#6. Perseverance

Seorang entrepreneur haruslah tahan banting. Sukses-gagal adalah makanan tiap hari seorang entrepreneur. Karena itu anak-anak juga harus dilatih sejak dini untuk tahan banting. Kalau menerima kesuksesan itu mudah. Yang sulit adalah menerima kegagalan. Ketika si anak sudah mulai berbisnis kecil-kecilan lalu gagal, maka perasaan bersalah, putus asa, nggak pede, hingga rasa frustasi akan menghampiri. Ketika ini terjadi, orang tua harus bisa memainkan peran sebagai coach dan mentor untuk membangkitkan semangatnya kembali. Anak harus dilatih untuk bisa menerima kegagalan, dan bangkit kembali dari keterpurukan.

#7. Leadership

Seorang entrepreneur tak bisa kerja sendirian. Ia harus bekerja di dalam sebuah tim dan di dalam tim tersebut ia harus memainkan peran sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin ia harus bisa memotivasi dan menggerakkan rekan-rekannya di dalam tim untuk mencapai tujuan tim. Karena itu sejak dini si anak juga harus dibiasakan bekerja secara bersama dan bisa memotivasi/menggerakkan teman-temannya.

Di Creator School proyek bisnis yang dijalankan harus berisi empat anak yang masing-masing memainkan peran sebagai CEO (Chief Executive Officer), CPO (Chief Product Officer), CFO (Chief Financial Oficer), dan CMO (Chief Marketing Officer). Antar mereka harus terjadi kerjasama tim yang solid untuk bisa mewujudkan sebuah produk/bisnis. Di sinilah mereka berlatih mengasah kemampuan kepemimpinan.


Link lain

https://oel.or.id/en/

https://issuu.com/buletinoel/docs/edisi_xi-februari_2021-issuu

https://oel.or.id/en/home-en/our-curriculum/


Disrupsi Sekolah

 Kenapa Sekolah Akan Terdisrupsi?

https://www.yuswohady.com/2017/07/17/kenapa-sekolah-akan-terdisrupsi/

Hari ini anak-anak kita kembali masuk sekolah setelah liburan panjang yang sekaligus menandai dimulainya tahun ajaran baru. Tahun ajaran baru 2017 ini agak berbeda karena diliputi kontroversi dan blunder kebijakan full day school (FDS) yang mengubah waktu sekolah menjadi 5 hari dan 8 jam per hari.

Kebijakan blunder untuk ke sekian kali seperti ini (“beda menteri, beda pula blundernya”) menjadi wake-up call betapa kalau sekolah-sekolah kita terus dikelola dengan pendekatan BAU (business as usual) semacam ini pada akhirnya akan menjadi obsolet, kian tak relevan, dan akhirnya masuk museum.



Sehingga tak hanya tukang ojek pangkalan yang terkena disrupsi Go-Jek; atau operator taksi yang terkena disrupsi Uber; saya khawatir sekolah-sekolah kita juga akan menjadi korban disrupsi berikutnya.

Berikut ini adalah beberapa alasan substantif kenapa sekolah-sekolah kita bakal terdisrupsi jika kita terus-menerus “gagal paham”, tidak peka, tidak agile, dan tidak cepat merespons gelombang disruptive change yang kini sedang menyapu lanskap pendidikan kita.

#1. Neo-Milennials: The Prime Disruptor

Disruptor paling utama sekolah, menurut saya, bukanlah digital apps, sharing platform, atau algoritma-AI yang super canggih, tapi adalah konsumen dari sekolah yaitu: murid.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia kita mendapati sebuah generasi yang terlepas sama sekali (decoupling) dengan generasi-generasi sebelumnya (Silent, Baby Boomers, Gen X) yang disebut: Generasi Neo-Milenial.

Banyak istilah diberikan untuk generasi baru ini: Digital Native, Net Generation, WI-Fi Generation, Connected Generation, dll. Merekalah anak-anak kita yang kini duduk di bangku SMP, SD, dan lebih muda lagi.

Kalau proses transisi antar generasi-generasi sebelumnya berlansung secara linear dan kontinum, maka terbentuknya generasi baru ini bersifat disruptif, diskontinum, dan “tercerabut dari akarnya” alias berbeda sama sekali dengan generasi-generasi sebelumnya.

Mereka highly-mobile, apps-dependent, dan selalu terhubung secara online (“always connected”). Mereka begitu cepat menerima dan berbagi informasi melalui jejaring sosial. Mereka adalah self-learner yang secara mandiri mencari sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan melalui situs seperti Wikipedia atau Khan Academy. Mereka emoh digurui.

Mereka adalah generasi yang sangat melek visual (visually literate), karena itu lebih menyukai belajar berbasis visual (melalui video di YouTube, online games, bahkan menggunakan augmented reality) ketimbang melalui teks (membaca buku atau mendengar ceramah guru di kelas).

Mereka sangat melek data (data literate) sehingga piawai berselancar di Google mengulik, memproses, dan mengkurasi informasi ketimbang pasif berkubang di perpustakaan. Itu dilakukan dengan super-cepat melalui 3M: multi-media, multi-platform, dan multi-tasking.

Mereka lebih nyaman belajar secara kolaboratif di dalam proyek riil atau pendekatan peer-to-peer melalui komunitas atau jejaring sosial (menggunakan social learning platform). Bagi mereka peers lebih kredibel ketimbang guru. Dan ingat, mereka lebih suka menggunakan interactive gaming (gamifikasi) untuk belajar, ketimbang suntuk mengerjakan PR.

Karena adanya “generation gap”, mereka stres dan frustasi diajar oleh guru-guru dari generasi sebelumnya (Gen X bahkan Baby Boomers) yang gagal memahami perilaku digital mereka.

Ketika anak-anak kita sudah berubah sedemikian rupa sementara sekolah bebal tak mau berubah, maka tinggal tunggu waktu, sekolah akan terkena sapu jagat disrupsi.

#2. Hyper-Demanding Parents: The Rise of Homeschooling

Meningkat drastisnya orangtua kelas menengah sejak awal tahun 2000-an menciptakan para orangtua yang sangat demanding terkait pendidikan anak-anak mereka. Mereka tak puas lagi dengan hasil pendidikan sekolah formal-tradisional.

Mereka mengeluh, sekolah formal hanyalah berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (moral dan agama). Akibatnya, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek. Mereka juga merasa anak-anak mereka kurang diperhatikan keunikan bakatnya secara personal dan sekolah tak merangsang daya imajinasi dan kreasi anak.

Selain itu mereka merasa sekolah formal memiliki kelemahan mendasar karena tak memberikan pembelajaran dunia nyata yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan disiplin ilmu. Pembelajarannya teacher-centric bukannya student-centric dimana keterlibatan orangtua marjinal.

Ketidakpuasan ini mendorong munculnya gerakan homeschooling yang massif terjadi selama sepuluh tahun terakhir. Para orangtua memilih “turun gunung” untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Homeschooling menjadi tumpuan harapan orangtua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak, mengembangkan nilai-nilai moral, dan memberikan suasana belajar yang menyenangkan.

Singkatnya, gerakan homeschooling merupakan jawaban orangtua terhadap kegagalan sekolah formal-tradisional yang kian obsolet dan tak relevan lagi.

Selain murid, orangtua adalah juga disruptor kunci bagi sekolah.


#3. Disruptive Technologies

Jangan lupa, teknologi pendidikan juga telah berkembang secara eksponensial sehingga berpotensi mendisrupsi sekolah tradisional. “Radical innovation will change the way we teach and kids learn,” kata Prof. Clayton Christensen, penggagas konsep disruptive innovation.

Berbagai inovasi disruptif di sektor pendidikan seperti: massive open online course (MOOC), open educational resources (OER), situs tutorial online seperti Khan Academy, personalized/customized learning, social learning platform, professional learning network (PLN), massively multi-player online (MMO) learning games, kini sedang antri untuk mencapai critical mass. Begitu itu terjadi, kita akan mendapatkan pendekatan pembelajaran baru yang lebih terbuka, kolaboratif, personal, ekperensial, dan sosial.

Dengan beragam inovasi tersebut barangkali ruang kelas kurang diperlukan lagi. Guru akan berubah peran secara drastis sebagai mentor, motivator, dan model. Dan yang jelas akan tersedia begitu banyak learning channel dan sekolah tak lagi bisa memonopoli proses pembelajaran.

Sebagai wahana pembelajaran, sekolah tradisional akan tergeser dari posisi “core” menjadi “peripheral”. Dalam konteks inilah kebijakan waktu sekolah 5 hari dan 8 jam perhari dari Mendikbud menjadi ahistoris.


#4. Irrelevant Skills

Dengan pendekatan yang obsolet sekolah-sekolah kita hanya bisa membentuk “Generasi Penghapal” dan “Generasi Pembebek”. Mereka adalah generasi yang piawai dalam menghapal. Kenapa? Karena di sekolah, sejak TK hingga SMA, mereka digembleng untuk menjadi penghapal-penghapal hebat. Mereka ditempa untuk piawai menyelesaikan soal-soal multiple choice atau soal-soal hapalan.

Mereka hanya menjadi “obyek penderita” dalam proses pembelajaran yang pasif mengonsumsi pengetahuan dari si guru. Sejak kecil pendidikan yang mereka jalani secara sistematis membonsai keliaran imajinasi, kreativitas, dan daya cipta. Akhirnya sistem ini menciptakan sosok-sosok pembebek yang defisit daya imaginasi, daya kreasi, dan passion untuk mengubah dunia.

Untuk sukses di abad yang sarat disrupsi saat ini, yang dibutuhkan bukanlah sosok penghapal dan pembebek. Tony Wagner (2008) merinci kompetensi yang diperlukan anak-anak kita untuk sukses di era disrupsi. Ia menyebutnya “Seven Survival Skills for 21st Century” sebagai berikut:

1. Critical thinking and probelm solving

2. Collaboration across network

3. Agility and adaptability

4. Initiative and entrepreneurship

5. Accessing and analysing information

6. Effective oral and written communication

7. Curiosity and imagination.

Celakanya, justru di tujuh keterampilan inilah sekolah-sekolah kita paling lemah karena memang tidak mereka kembangkan. Sekolah kita semakin tidak relevan karena keterampilan yang dibangun tidak relevan lagi dengan kebutuhan kekinian.

Keprihatinan ini yang membawa saya bereksperimen merintis Creator School untuk membentuk tujuh survival skills di atas. Sekolah ini menggunakan pendekatan motivasi intrinsik, pembelajaran kolaboratif, one-to-one dan coaching-focused, dan mengenalkan anak didik ke dunia nyata melalui pengerjaan proyek riil dan terjun langsung ke komunitas.

Sekali lagi, kalau kompetensi yang dibangun tidak relevan, maka kita tinggal menunggu waktu datangnya disrupsi.

***

Institusi pendidikan adalah entitas yang paling sulit berubah. Itu sebabnya sekolah kita 50 tahun lalu tak banyak berbeda dengan sekolah kita hari ini. Sekolah yang ada saat ini dirancang di era industrial (industrial age) yang tak relevan lagi di era pengetahuan (knowledge age).

Dengan logika industrial abad 20 sekolah kita distandarisasi (kurikulum, pola pengajaran, dan sistem evaluasinya) agar bisa diperbandingkan dan dikompetisikan (itu sebabnya muncul istilah “sekolah favorit”). Dari situ kemudian pemodal masuk ke jantung industri pendidikan dimana fokus utama mereka adalah profit bukanlah pembelajaran.

Inilah biang dari fenomena instanisasi, dehumanisasi, dan dekadensi sekolah kita.

Karena itu sekolah kita perlu diinovasi (yup, disruptive innovation) agar tidak obsolet dan tetap relevan dengan kondisi kekinian.

Disrupsi selalu menelan korban, tapi sekaligus juga membawa kemanfaatan yang besar… kemanfaatan eksponensial.

Agenda Kegiatan DT - 2021


 

Agenda Kegiatan

=================


Skill Improvement

 - pelatihan sekolah

 - webinar Populer


Job Placement

 - iklan warunng dan tempat usaha

 - DT-mart studio foto sekolah

 - Kafe Tematik Sekolah - Pronojiwo

 - kerjasama DUDI - RM Asela



Product Distribution

 - Expo

 - Penitipan produk swalayan/ koperasi

 - Produk dibeli, dan dijual pojok layanan, nasi pojok DT/halal 3000

 - Pembelian Produk - goody bag untuk souvenir


Lomba

Lomba Ketrampilan Kerja - Membuat video tutorial produk atau jasa

Lomba Kewiraushaan Kelompok Usaha Siswa - Membuat video profil usaha dan katalog produk

Daihatsu Gelar Pelatihan Virtual Teknologi Terbaru bagi Guru SMK

Untuk meningkatan relasi dunia industri dengan program pendidikan vokasi di sekolah menengah kejuruan, PT Astra Daihatsu Motor, Kamis (6/5/2021), memberikan pelatihan secara virtual kepada ribuan guru SMK se-Jateng.

Oleh

SOELASTRI SOEKIRNO

9 Mei 2021

Untuk meningkatan relasi dunia industri dengan program pendidikan vokasi di sekolah menengah kejuruan, PT Astra Daihatsu Motor, Kamis (6/5/2021), memberikan pelatihan secara virtual kepada ribuan guru SMK binaan se-Jawa Tengah yang menjadi  binaan perusahaan tersebut.



Pada program Pintar Bersama Daihatsu itu, para guru menerima pembelajaran seputar teknologi terbaru yang meliputi pengenalan fungsi, mekanisme kerja komponen, troubleshooting, serta pengenalan fasilitas produksi Daihatsu dalam membuat kendaraan yang rendah emisi dan ramah lingkungan.

”Pelatihan itu merupakan salah satu wujud kontribusi Daihatsu dalam program vokasi dan industri untuk meningkatkan link and match antara sekolah dan dunia industri sebagai komitmen kami dalam mencerdaskan bangsa. Daihatsu berharap para guru SMK dapat meneruskan pengetahuan ini kepada siswanya sehingga siswa dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik dan siap terjun langsung ke dunia industri,” ujar Aji Prima Barus Nurcahya, Section Head Service Training Department PT ADM, dalam siaran pers yang diterima Kompas, Sabtu (8/5/2021).

Selain mengenalkan fitur terbaru key free dan hill start assist yang telah disampaikan pada sesi berbagi sebelumnya, Daihatsu juga memberikan fitur lain, seperti power door lock, back sonar, auto AC, automatic light control, emergency stop signal (ESS), vehicle stability control (VSC), dan around view.

Fitur hill start assist mengetengahkan kinerja yang dapat mencegah mobil bergerak mundur saat berhenti di tanjakan dan dalam kondisi macet (stop and go) dengan memberi waktu berhenti otomatis selama 3 detik saat memindahkan posisi kaki dari pedal rem ke pedal gas. Adapun untuk fitur power door lock, kunci pintu dapat secara otomatis mengunci ketika kecepatan mobil ada di angka 20 kilometer perjam.

Kemudian fitur back sonar membantu pengguna untuk mengetahui jarak dengan belakang ketika bermanuver mundur. Pada fitur emergency stop signal (ESS), lampu hazard akan berkedip ketika pengemudi mengerem mendadak yang bertujuan memberi tanda pengemudi di belakangnya agar lebih berhati-hati.

Sementara vehicle stability control (VSC) berperan mencegah oversteer dan understeer ketika berbelok sehingga aman saat berkendara.

Selain itu, Daihatsu juga memberikan pengenalan fitur around view yang menampilkan gambar di sekitar mobil dengan sudut cakupan 360 derajat sehingga mobil tetap aman ketika parkir, melewati jalan sempit, atau saat berpapasan dengan pengendara lain di gang yang sempit.

Pada pelatihan kali ini, perusahaan multinasional itu juga mengenalkan teknologi pada fasilitas produksi Daihatsu yang memenuhi standar hingga Euro 6,  yang pelaksanaannya disesuaikan regulasi kendaraan tiap negara. Fasilitas tersebut merupakan komitmen Daihatsu dalam memproduksi mobil dengan emisi rendah, dan ramah lingkungan dengan menerapkan ”green technology” melalui penggunaan super intelligent catalyst, serta material komponen ramah lingkungan. (*)




Kafe Tematik yang Unik nan Fotografik

Dekorasi kafe kini tak kalah penting dari hidangan yang disajikan. Kuda terbang, stroberi, sampai Harry Potter pun dikemas cantik, menggelitik konsumen berswafoto. Unggahan foto pengunjung di media sosial pun mengundang pengunjung lain.

Oleh

DIAN DEWI PURNAMASARI

Dekorasi kafe kini tak kalah penting dari hidangan yang disajikan. Kuda terbang, stroberi, sampai Harry Potter pun dikemas cantik, menggelitik konsumen berswafoto. Unggahan foto pengunjung di media sosial pun mengundang pengunjung lain.

Boneka kuda terbang berbagai ukuran digantung di langit-langit Kafe Miss Unicorn. Boneka kuda terbang berbagai ukuran juga ditaruh di kursi-kursi kafe. Pengunjung, terutama anak-anak yang gemas dengan boneka itu, langsung memeluk, menggendong, dan menaiki boneka ini.



Kafe di Jalan Raya Kranggan, Jatirangon, Jatisampurna, Bekasi, ini juga memilih warna biru, pink, dan ungu untuk tembok, meja, kursi, sampai lemari.

”Ini kan unik ya, banyak orang suka. Terus belum ada di Jakarta dan sekitarnya. Awalnya saya terinspirasi dengan kafe serupa di Bangkok, Thailand. (Saya) bikinlah dengan konsep Unicorn di sini,” ujar Irda Susanti, pemilik kafe, Jumat (16/11/2018).

Meskipun baru buka sekitar lima bulan, pengunjung Kafe Miss Unicorn sangat ramai. Pada jam makan siang, kafe dipenuhi ibu-ibu yang mengantar anak mereka. Mereka asyik berfoto dengan latar belakang interior boneka yang lucu.

Banon Kinanthi (28) dan Ranum Titis Utami (34), misalnya, datang bersama kedua anaknya. Banon sengaja membawa kamera digital untuk mengabadikan kelucuan aksi anaknya. Mereka juga memesan berbagai menu makanan dengan hiasan bertema Unicorn.

”Waaaaa....,” pekik Dahayu dan anaknya, Faliha (4), saat makanan yang dipesan datang. Ada berbagai penganan manis, smoked beef carbonara rainbow spaghetti, dan Miss Unicorn fairy cake in cup. Semua berbau Unicorn, mulai dari bentuk kuda utuh hingga tanduk di kepala kuda terbang.

Anak Banon dan Ranum itu begitu antusias saat makanan datang. Mereka tak sabar ingin mencicipi makanan yang dihias dengan dekorasi unicorn. Makanan manis itu akan mudah disukai anak-anak karena dilapisi krim yang lembut, serta permen. Tampilannya yang berwarna-warni langsung menarik perhatian anak-anak.

Humas Kafe Miss Unicorn Alvia Vrily Arwanda mengatakan, semula, kafe menyasar ibu dan anak-anak sekolah di sekitar kafe. Belakangan, antusiasme pengunjung dari Jakarta dan sekitarnya sangat tinggi. Saat akhir pekan, antrean pengunjung bisa mencapai 100 orang. Ada pula reservasi dari pengunjung yang datang dari Yogyakarta, Solo, dan beberapa kota lainnya.

”Karena antrean sangat panjang, pengunjung hanya kami batasi maksimal dua jam di kafe dan dream field atau gerai foto di lantai 3,” ujar Alvia.

Kafe ini tidak hanya menyediakan aneka makanan bertema Unicorn. Pilihan makanan lain seperti nasi goreng, bakso, mi ayam, mi instan juga tersedia di kafe ini. Rata-rata, makanan dibanderol Rp 10.000-Rp 35.000 per porsi atau Rp 100.000-Rp 150.000 untuk dua orang.

Suvenir, seperti tas, alat tulis, tempat minum, boneka, kipas, dan lampu mainan juga tersedia.

Sihir Harry

Sihir Harry Potter terasa hingga kafe Take A Bite (TAB) di Jalan Pluit Permai Nomor 11, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.

Kursi-kursi ditata memanjang seperti di sekolah sihir Hogwarts, tempat Harry, Ron, dan Hermione bersekolah. Lampu gantung berwarna kuning keemasan mirip susunan lilin berundak-undak menambah kesan klasik kafe ini. Di lantai dua, lampu tempel dibuat dengan efek mirip obor diterpa angin. Potongan koran kuno ditempel di meja kaca, menambah kesan klasik dan horor sekolah sihir.

Untuk melengkapi imaji pengunjung tentang sekolah sihir, tempat ini juga menyediakan peron 9 ¾ yang legendaris. Peron 9 ¾ dilengkapi troli, koper, sapu sihir, dan kandang burung hantu Hedwig. Jubah hitam dengan emblem masing-masing ”house” di Hogwarts juga disediakan, yakni Gryffindor, Ravenclaw, Hufflepuff, hingga Slytherin.

”Salah satu daya tarik pengunjung ke kafe ini adalah desain interiornya. Ini keputusan dari pemilik yang baru saja masuk ke dunia bisnis makanan dan minuman,” ujar manajer restoran TAB Hendy Wijaya.

Menu yang disediakan lebih banyak variasi mi instan dengan berbagai topping, nasi goreng, dan berbagai rice bowl. Untuk makan dua orang, dibutuhkan Rp 150.000-Rp 200.000.

TAB juga menyediakan minuman seperti Butter Beer, Amortentia, Mad-Eye Potion, Polyjuice Potion, dan Cacaroto Elixir. Di buku menu, minuman itu dideskripsikan sebagai campuran ala Hogwarts. Kenyataannya, minuman yang disajikan ini cukup familiar dengan lidah kita. Cacaroto Elixir, misalnya, terbuat dari campuran jus wortel serta susu fermentasi.

“Pekan depan, kami akan mulai menyediakan menu makanan Barat. Ini dari masukan para pengunjung. Mereka ingin ada makanan barat yang sesuai dengan tema restoran,” kata Hendy.

Menu makanan Barat yang akan tersedia pada pekan depan itu di antaranya adalah pasta dengan berbagai saus, burger, ayam bakar, fish and chips, fish finger. Mereka juga akan menyediakan berbagai menu appetizer seperti kentang goreng, onion ring, potato wedges, dan fried cheese.

Pemilik restoran sadar jika hanya mengandalkan tempat yang layak Instagram, pelan-pelan tren ini juga akan ditinggalkan pengunjung. Oleh karena itu, setiap bulan, restoran selalu mengganti tema dekorasinya.

Tema Harry Potter ini ditampilkan bersamaan dengan diputarnya film Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald di bioskop. Potter sekaligus menggantikan Halloween yang dipilih sebagai tema restoran ini pada bulan sebelumnya. Bulan Desember, restoran akan mengganti dekorasinya dengan tema musim dingin.

Deliana (27), karyawan swasta di Jakarta Utara, mengatakan, desain interior restoran sangat bagus dan mengesankan. Apalagi, ia baru pertama kali berkunjung ke tempat itu. Sebagai penggemar Harry Potter, ia dibuat takjub dengan interior restoran yang cukup mewah.

“Kalau untuk nongkrong-nongkrong dan foto-foto, oke banget. Tapi kalau untuk yang pingin makan makanan yang berbeda, kurang karena menunya mirip kafe yang menjual variasi menu mi instan,” ujar Deliana.

Kebun stroberi

Sebuah photo booth berlatar dedaunan dilengkapi sayap putih dan logo Cafe Strawberry menyambut pengunjung begitu membuka pintu masuk. Di sisi kiri, terpampang berbagai topi anak-anak, seperti koboi, gurita, mahkota, hingga bajak laut.

Langit-langit kafe yang sarat dengan cabang-cabang pohon, lengkap dengan dedaunannya, memberi sensasi di tengah kebun stroberi. Warna merah pada tempat duduk mempertegas warna khas buah stroberi.

Selain membawa pengunjung ke kebun stroberi, kafe di Jalan Tanjung Duren Raya Nomor 10, Jakarta Barat, ini menawarkan tempat bermain, baik untuk anak, remaja, maupun dewasa.

Di lantai pertama, terdapat arena mandi bola berukuran 4 meter x 3 meter. Bola-bola kecil di dalamnya sengaja diseragamkan berwarna putih dan difungsikan sebagai tempat berswafoto.

Ada pula sekitar 500 board games untuk menarik anak muda berlama-lama di kafe. Kafe yang buka pukul 12.00 hingga 02.00 setiap hari ini rata-rata didatangi oleh pengunjung yang berkelompok. Tentu saja, selain berfoto, mereka juga bermain bersama.

Berbeda dengan interiornya. Menu makanan di sini tak melulu tentang stroberi. Ada mi goreng Jawa ala Mbok Jum hingga extremelly crazy fried rice. ”Menu favorit yang sering dipesan adalah nasi goreng bakar spesial. Kalau minumannya ada strawberry cheese cake,” kata Ega, pelayan kafe ini.

Jadi, jangan lupa siapkan perut dan kamera, ya. (Fajar Ramadhan)

Kampung Youtuber: Kaya Tanpa Pesugihan

 Munculnya puluhan ”youtuber” di Desa Kasegeran secara kasatmata mulai memperlihatkan aura kemajuan. Ekonomi dan rasa percaya diri warga desa terangkat.

Oleh

SOELASTRI SOEKIRNO/W MEGANDIKA WICAKSONO

Mimpi kaya raya berkat Youtube mewujud di Desa Kasegeran, desa paling miskin di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak 30 warga desa itu yang dulu penganggur atau pekerja serabutan  berhasil menjadi youtuber berpenghasilan jutaan hingga ratusan juta rupiah. Keberhasilan mereka lantas menetes ke warga dan melumasi mesin perekonomian desa.

Para youtuber Desa Kasegeran itu berbagi penghasilan dengan rutin  membeli beras sampai minyak goreng untuk dibagikan kepada ratusan warga berkekurangan. Rumah-rumah tak layak huni mereka perbaiki sehingga pemiliknya bersukacita. Kebutuhan rumah ibadah seperti Al Quran tak lupa mereka penuhi.

Kondisi ini jauh berbeda dengan masa tiga tahun lalu. Ketika itu pengangguran dan kemiskinan tampak mencolok di Desa Kasegeran.  Banyak anak muda nongkrong di pos siskamling. Bukan untuk ikut menjaga desa, melainkan hanya mengobrol dan bermain kartu untuk membunuh waktu.

Kini nyaris tak ada anak muda nongkrong di pos siskamling. Mereka sibuk  membuat konten agar bisa menjadi youtuber andal seperti Siswanto (37) atau akrab dipanggil Siboen. Siboen tak lain montir sepeda motor dari Kasegeran yang berhasil meniti karier sebagai youtuber sejak 2016 berpenghasilan fantastis untuk ukuran kebanyakan warga di kota maupun desa.

Seperti kawan sedesanya, Siboen yang hanya tamatan sekolah dasar dulu berjuang mencari penghidupan dengan merantau ke Jakarta. Tanpa keterampilan khusus, kehidupannya tak juga berubah. Ia malah nyaris tersengat listrik ketika mencoba menjadi tukang las. Ia pun memutuskan kembali ke desa, habitat asalnya. Ia lantas mengikuti kursus montir di Yogyakarta.

Tahun 2004, ia membuka bengkel sepeda motor di kampungnya, tetapi tak banyak orang yang memakai jasanya. Maklum, di desanya ketika itu, yang punya sepeda motor pun baru sedikit.

Ia lama hidup sengsara, bahkan kesulitan membeli makanan. Dalam kondisi nyaris bangkrut, ia terinspirasi menjadi youtuber setelah menonton tayangan di televisi soal youtuber-youtuber sukses pada 2016. Saat itu ia baru tahu ada ”makhluk” bernama Youtube yang bisa menghasilkan uang.

Singkat cerita, Siboen belajar menjadi youtuber secara autodidak. Tidak lama kemudian ia sudah bisa membuat konten-konten tutorial tentang servis motor yang ia kuasai. Setahun kemudian, akun Youtube-nya sudah menghasilkan ”gaji” pertama sebesar Rp 1,8 juta.

”Senang sekali setelah menunggu lama akhirnya gajian. Waktu itu saya belum tahu jadwal gajian dari Youtube sampai tiap malam menunggu di ATM,” kata Siboen dengan logat Banyumasan yang kental saat ditemui, Kamis (22/4/2021), di rumahnya di Desa Kasegeran. Ia mengaku selalu tertawa jika ingat momen itu.

Sejak itu, ia makin semangat membuat konten, misalnya cara memperbaiki kopling atau ganti oli motor. Tak disangka, banyak orang senang belajar dari konten tutorialnya. Dalam waktu singkat, pengikutnya terus bertambah hingga mencapai 1,2 juta. Besar ”gajinya” pun dengan cepat melesat dari jutaan rupiah menjadi lebih dari dua ratus juta rupiah per bulan.

”Dari penghasilan jadi youtuber, saya bisa membeli tanah, membangun  rumah dan bengkel. Orang desa mengira saya nyupang (punya pesugihan). Sampai anak-anak mereka tidak boleh main ke rumah saya,” tutur Siboen yang mempunyai empat anak.

Di banyak desa di Indonesia, orang yang tiba-tiba kaya raya tanpa terlihat punya pekerjaan yang jelas, seringkali dituduh memakai pesugihan. Contoh terbaru terjadi di Depok, Jawa Tengah yang memicu munculnya cerita konspirasi soal babi ngepet.

Siboen  mengajak keluarga, teman, dan warga desa untuk mengikuti jejaknya menjadi youtuber agar bisa membebaskan dari kemiskinan. ”Saya membuka pintu untuk mereka. Awalnya memberi teori, tetapi warga yang belum tahu apa itu youtuber susah memahami. Akhirnya saya minta mereka ikut saya membuat konten, ikut shooting untuk live streaming supaya sekalian belajar,” katanya.

Cara itu lebih cepat dan efektif. Mengenai sisi teknis, misalnya cara mengunggah konten dan mengedit video, ia membantu melakukannya. Dari sini, ia mampu mencetak 30 youtuber dari Desa Kasegeran. Mereka kini berpenghasilan jutaan hingga puluhan juta rupiah.

Mister Syam (29) adalah satu di antara murid Siboen yang sudah mentas. Akun milik Syam kini punya 266.000 subscriber. Kontennya, antara lain, soal cerita misteri, balada kehidupan orang desa, dan tips menghilangkan noda pada barang-barang. ”Alhamdulillah, (penghasilan sebagai youtuber) bisa bantu orangtua,” ujar alumnus Politeknik Negeri Semarang itu sambil menahan haru.

Syam yang juga karyawan perusahaan di Purwokerto dengan terbata-bata menceritakan kehidupannya dan keluarga yang dulu amat susah. Ayah dan ibunya bekerja keras berdagang mainan plastik dan balon untuk menghidupi keluarga. Sang ayah keluar masuk kampung memikul dagangan.

”Sekarang penghasilan saya sebagai youtuber sudah cukup untuk membantu orangtua,” ujar anak bungsu dari enam bersaudara ini.

Abangnya, Sura Blendong (40), juga terjun sebagai youtuber. ”Sebenarnya saya penjual sepeda motor bekas, tapi sejak pandemi, pembeli tinggal separuh,” ujar Sura.

Pemilik akun dengan 201.000 subscriber itu tak mau menyebutkan persis penghasilannya sebagai youtuber. ”Cukuplah, he-he-he,” jawabnya.

Profesi baru sebagai youtuber juga mengubah nasib Tirwan (42) yang dulu pedagang cilok di Kasegeran. Pemilik akun Angger Pradesa dengan 88.900 subscriber itu membuat konten memasak makanan khas Banyumas di alam terbuka dengan tungku kayu. Kadang di pinggir sawah, sungai, atau hutan.

Ia melibatkan istri, ibu, dan kadang anaknya ketika membuat konten.  ”Biyung (ibu) sekarang berusia 62 tahun, senang diajak pergi-pergi. Yang ambil video, istri saya,” ujar Tirwan menjelaskan tugas anggota keluarganya.

Dengan membuat konten baru delapan kali sebulan, Tirwan menerima  penghasilan jutaan rupiah dari Youtube. Ia pun makin serius jadi youtuber dan mengakhiri kariernya sebagai tukang cilok.

Belakangan, orang-orang dari luar desa, kabupaten, bahkan luar Pulau Jawa berguru kepada Siboen. Sebagian dari mereka adalah pengikut setia akun Siboen. ”Sebenarnya yang belajar ke saya ratusan orang, tapi yang mau sabar dan tekun hanya puluhan,” ujar Siboen.

Karena banyaknya youtuber yang mentas dan sedang belajar di Kasegeran, desa itu dijuluki sebagai ”desa youtuber”. Julukan itu memberi identitas baru bagi desa yang dulu dicitrakan lekat dengan kemiskinan.

Memajukan desa

Munculnya puluhan youtuber di desa itu secara kasatmata mulai memperlihatkan aura kemajuan di Desa Kasegeran. Di tengah kondisi ekonomi sedang tertekan akibat hantaman pandemi Covid-19, beberapa warga mampu merenovasi rumah.

Rumah-rumah mentereng juga mulai muncul di Kasegeran. ”Itu rumah orangtua yang anaknya jadi youtuber. Setelah sukses, anaknya membuatkan rumah bagus untuk orangtuanya, seperti hotel,” tutur Kepala Desa Kasegeran Saifuddin, Jumat (23/4/2021), di rumahnya.

Saifuddin juga mencatat kepemilikan sepeda motor dan mobil baru di desanya bertambah. ”Meski begitu, status Kasegeran sebagai desa termiskin se-Kecamatan Cilongok belum lepas,” ujarnya.

Melihat munculnya youtuber dari Kasegeran yang mampu mencetak uang jutaan rupiah per bulan, Saifuddin optimistis sebentar lagi roda ekonomi di  desanya akan terangkat. Minimal sejajar dengan 19 desa lain di Cilongok.

Sebelum munculnya puluhan youtuber di sana, puluhan tahun mayoritas warga Desa Kasegeran hidup susah karena nyaris tak ada lapangan kerja bagi warga yang sebagian besar lulusan SMP dan tak punya keterampilan khusus. Luas lahan pertanian berupa sawah terbatas sebab sebagian besar lahan di desa dengan luas 618,9 hektar merupakan ladang. Pohon nira mendominasi jumlah tanaman, sisanya tanaman pangan palawija dan sedikit sawah.

Sekitar 50 persen dari 1.776 keluarga (4.776 jiwa) menjadi penderes (pemanen air nira untuk diolah menjadi gula) dengan pendapatan per hari Rp 25.000 hingga Rp 30.000. Sisanya petani ladang, buruh tani, dan pedagang yang besar penghasilannya Rp 60.000-Rp 70.000 per hari, tetapi tak selalu ada pendapatan.

Keberadaan para youtuber memang belum menambah penghasilan asli daerah Desa Kasegeran secara signifikan. Namun, mereka menginspirasi pimpinan desa untuk menghadirkan internet di desa. Mereka bekerja sama dengan Telkom memasang satu server internet di balai desa kemudian sinyal internet disebarkan lewat tiang-tiang Wi-Fi di empat RW untuk menjangkau warga.

”Satu tiang ini bisa memberi layanan internet untuk satu RW atau jaraknya radius sekitar 200 meter,” ujar Saifuddin.

Untuk menikmati internet, lanjut Saifuddin, ada sekitar 150 rumah tangga tidak perlu berlangganan per rumah, tetapi cukup membeli kupon internet kepada agen yang ditunjuk desa. Untuk menikmati internet selama 2 jam, harga kupon hanya Rp 2.000. Adapun untuk kupon seharga Rp 5.000 bisa mendapatkan fasilitas internet 24 jam.


”Ini membantu masyarakat di pelosok dan pegunungan. Mereka yang butuh belajar daring bisa terbantu internet desa,” ujar Saifuddin.

Pihaknya bersama kelompok youtuber juga akan membuat studio desa untuk menyebarkan sistem informasi perdesaan. ”Rencana mau buat studio desa di gudang yang sedang direnovasi di balai desa. Studio ini untuk menyiarkan informasi desa secara visual, misalnya budaya, pemerintahan, agama, dan olahraga,” papar Saifuddin.

Sementara itu, Siboen yang kini menjadi Ketua Badan Usaha Milik Desa Wiragemi Desa Kasegeran sudah mulai mewujudkan idenya membuat tempat rekreasi di desanya agar warga desa tak perlu pergi jauh untuk rekreasi. Ia sudah membuat Taman K-Boen yang menjadi tempat bermain dan makan bagi pengunjung. Ke depan, Siboen ingin membuat hutan wisata di desanya sebagai tempat rekreasi sekaligus memberdayakan warga yang hidup di tepi hutan.

Begitulah, fajar baru era digital telah merekah di Kasegeran.





Sihir Youtuber Desa


Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO/BUDI SUWARNA/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO/ ELSA EMIRIA LEBA

Para youtuber dari desa membuat konten yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti mencangkul, mengarit, atau memancing, mengawinkan sapi. Ternyata, konten-konten seperti itu dianggap otentik dan laku.

Bukan cuma Atta Halilintar yang bisa kaya raya sebagai youtuber, orang-orang dari desa pun mampu melakukannya. Mereka mencetak cuan dari konten-konten yang bercerita tentang cara mengarit rumput, mengawinkan sapi, hingga memergoki memedi.

Siswanto alias Siboen (37), warga Desa Kasegeran, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah tidak pernah membayangkan ia akan terkenal dan hidup sejahtera sebagai youtuber. Betapa tidak, sampai tahun 2016, montir sepeda motor itu, bahkan tidak punya telepon seluler apalagi akrab dengan Youtube.
Suatu hari, ia menonton televisi dan mendapati berita soal para youtuber yang kaya raya berkat konten-konten mereka. Itulah pertama kali Siboen bersentuhan dengan dunia youtuber.

Siaran televisi itu lantas mendorong dia untuk mengenal dunia Youtube lebih jauh. Siboen berpikir Youtube bisa memberinya jalan keluar untuk mencetak uang di saat ia nyaris bangkrut lantaran bengkel sepeda motornya sepi peminat.

Ia memutuskan menjual perhiasan istrinya untuk membeli gawai sederhana dengan memori seadanya. Dengan modal gawai pertamanya itu ia terkoneksi dengan Youtube dan media baru lainnya. Ia belajar secara autodidak seluk beluk Youtube dan cara membuat konten.

Lewat beberapa kali pengambilan gambar, ia akhirnya bisa membuat konten pertamanya soal komedi Banyumasan 2016. Waktu itu, cerita Siboen, jaringan internet desanya masih buruk. “Mengunggah video berdurasi tiga menit saja makan waktu dari jam 16.00 dan baru terkirim pukul 23.00,” kata laki-laki lulusan SD itu saat ditemui di rumahnya di Desa Kasegeran, Kamis (22/4/2021).

Konten itu kurang berhasil sehingga ia membuat konten tutorial cara memperbaiki sepeda motor yang ia kuasa. Dari situ, ia menemukan jalan sebagai youtuber terkenal. Salah satu konten Siboen soal cara menyeting karburator sepeda motor, menarik jutaan pemirsa Youtube. Video itu pula yang memberinya penghasilan pertama dari Youtube sebesar Rp 1,8 juta pada Oktober 2017.

Sejak saat itu, Youtube-nya terus berkembang, diikuti, dan dipelototi banyak orang. Ia pun berhasil mendapatkan empat Silver Play Button dan satu Gold Play Button dari 10 akun yang ia miliki.
Akun-akun itu memberinya penghasilan ratusan juta rupiah per bulan, termasuk dari akun yang mengulas cerita-cerita misteri di desanya. Kadang ia mengajak pemirsa jalan-jalan ke tengah sawah atau kebon pada malam hari sekadar untuk memergoki memedi.

Keberhasilan Siboen membuat beberapa pemuda dan warga Desa Kasegeran belajar meniti karier sebagai youtuber dari Siboen. Maka, munculah 30-an youtuber baru dari desa itu. Salah seorang di antaranya Tirwan, yang sebelum menjadi youtuber bekerja sebagai pedagang cilok. Laki-laki yang di Youtube menggunakan nama Angger Pradesa itu mengajak pemirsa menikmati asyiknya masak masakan tradisional di alam terbuka, di tengah desa. Penghasilannya sebagai youtuber kini telah mencapai jutaan rupiah. Padahal saat jualan cilok penghasilannya di bawah  Rp 100.000 per hari.
Selain dari Desa Kasegeran, banyak pula youtuber dari desa lain di pelosok Indonesia yang berjaya. Dari Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, misalnya, muncul youtuber Ronsi Geronsiyono (22) dengan 1,05 juta pengikut.

Pemuda dari kampung Golo Ngawang yang susah sinyal dan belum masuk jaringan listrik PLN itu, membuat konten-konten percakapan lucu dan absurd. Konten itu menarik perhatian banyak netizen. Salah satu konten, yakni Terjemahan Bahasa Inggris Lucu Part 1 //Bocah Korslet ditonton 1,4 juta kali dan viral pada Juli 2019.
"Nggak disangka bisa trending nomor satu, banyak yang share dan dukung agar dilanjutkan sehingga kami ada rasa semangat untuk buat konten komedi lagi," kata Ronsi, lulusan Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Rabu (5/5/2021).

Konten-konten lainnya tak kalah populer. Konten berjudul Google Kalah Teka Teki ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 27 juta kali, Terjemahan Bahasa Inggris Lucu Part 3 ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 7,4 juta kali, dan Giliran Si Ompong Kalah dari Google ⏐⏐ Bocah Korslet ditonton 6,2 juta kali. Secara keseluruhan, konten-konten buatan Ronsi telah ditonton 97,36 juta kali.

Dari situ, ia meraih popularitas sekaligus uang. Satu video dengan 20-an juta penonton buatan Ronsi, bisa menghasilkan uang di atas Rp 100 juta per bulan. Namun, ia mengaku penghasilannya fluktuatif antara Rp 10 juta-Rp 90 juta per bulan. Penghasilannya dari Youtube itu bak bumi dan langit dibandingkan penghasilannya sebagai guru honorer di SMP Negeri Satap Meni Lontong, yang hanya Rp 400.000 per bulan.
Masih banyak youtuber dari desa di Indonesia yang bermunculan dalam 2-3 tahun terakhir ini. Latar belakang mereka berbeda-beda mulai pedagang cilok tukang bangunan, peternak sapi, hingga pemuda pengangguran yang sebelumnya hanya luntang-lantung di desa.
Konten-konten yang mereka buat sebagian besar bertutur tentang keseharian hidup di desa mulai mancing ikan di rawa, menikmati makanan kampung seperti belalang goreng, asyiknya boncengan dengan bunga desa, repotnya mengawinkan sapi, hingga blusukan ke tempat seram untuk memergoki memedi.

Kadang sebagian dari mereka membuat konten tentang kisah hidup mereka sebelum jadi youtuber dan bagaimana cara mereka menghabiskan uang berjuta-juta rupiah yang diperoleh dari youtube. Ada youtuber yang datang ke toko pakaian dan menghabiskan jutaan rupiah untuk memborong celana jins. Mungkin dia terinspirasi youtuber terkenal dari kalangan selebritas yang gemar pamer mobil baru dan kekayaan.

Apapun, sebagian youtuber dari desa telah berhasil menyihir jutaan pemirsa lewat konten-konten yang bertutur tentang orang desa dan kehidupannya.

Narasi desa
Dulu kita tidak membayangkan desa-desa akan mencetak youtuber. Betapa tidak, bahkan hingga satu-dua dekade yang lalu, layanan internet belum masuk ke desa-desa. Waktu luang mereka mungkin lebih banyak tersedot untuk menonton televisi mulai sinetron, sepak bola, komedi, dan reality show.
Situasi berubah ketika penetrasi internet, gawai, dan media baru yang terkandung di dalamnya, mengalir deras hingga ke pelosok desa. Dari situ, mereka berselancar mengarungi samudera digital dan menjadi bagian tak terpisahlan dari gaya hidup baru yang narsistik, yang gemar melihat dan dilihat orang lain.
"Penetrasi media baru membuat semua orang, termasuk yang tinggal di desa, memiliki peluang yang sama untuk berekspresi melalui media baru. Pada titik ini, banyak orang yang tadinya khalayak pasif dari media mainstream, terutama televisi, lantas melompat menjadi khalayak aktif bahkan jadi produsen konten," ujar pemerhati budaya pop AG Eka Wenats dari Universitas Paramadina.

Ronsi Geronsiyono mengakui, youtube memotivasi anak-anak muda di daerah seperti dirinya untuk menyalurkan ide dan berkarya. Anak muda di daerah terbelakang kini tidak memiliki alasan lagi untuk tidak berkarya karena dunia sudah menyediakan media untuk menyalurkan ide.

"Di kampung saya (Manggarai Timur) itu, listrik PLN tidak ada. Kami hanya pakai genset yang hanya mengalirkan listrik dari jam enam sore sampai sepuluh malam. Tapi itu tidak menghalangi saya (berkarya),” ujar Ronsi.

Sebagai produsen konten, menurut Eka, para youtuber dari desa membuat konten yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti mencangkul, mengarit, memancing, atau mengawinkan sapi. Ternyata, konten-konten seperti itu dianggap otentik oleh orang-orang yang ingin tahu atau rindu pada kehidupan di desa. Dari situlah tercipta ceruk pasar konten bercitra desa.

"Oh ternyata konten seperti itu laku dan menghasilkan uang. Lantas anak-anak muda desa berpikir, kalau begitu bukan cuma Atta Halilintar, Raffi Ahmad, Ria Ricis, atau youtuber lain dari kota yang bisa kaya, kita juga bisa. Maka, mereka bergerak dan makin piawai membuat konten yang relevan dengan kebutuhan pasar mereka," tambah Eka.

Pada titik ini, menurut Eka, kehadiran para youtuber dari desa perlu didorong. Sebab, narasi konten yang mereka buat berpotensi menandingi kesadaran palsu soal gaya hidup mutahir masyarakat modern yang bertahun-tahun ditanamkan kapitalisme.

"Bahwa untuk hidup bahagia itu tidak berarti harus rajin nongkrong di mal, pakai baju merek terkenal, makan di restoran mahal, tinggal di apartemen mewah di pusat Jakarta. Hidup bahagia itu bisa saja sederhana seperti makan di pinggir sawah, jalan-jalan di perkampungan, dan nongkrong di angkringan," tutur Eka.

Lewat konten-konten mereka, para youtuber dari desa menunjukkan hidup di desa pun perlu dibanggakan. Hidup di desa tidak jelek-jelek amat dan jauh dari sengsara. Apalagi dengan penghasilan fantastis. Ah, bahagianya! (DKA/LSA/BSW)









Katalog Produk KUS 2021

 SMAN 1 Pule Trenggalek

KUS Boga



SMAN 1 Banyuputih







SMAN 1 Ngadiluwih Kediri









SMAN 1 Pakusari
KUS Fotografi









Profil KUS 2021

DUDI SMAN 4 Bangkalan



KUS SMAN 1 Pronojiwo



KUS SMAN 1 Tanggul Jember



KUS SMAN 4 Bangkalan



KUS SMAN 1 Banyuputih Situbondo



KUS SMAN 1 Pule Trenggalek


SMAN 1 Bungkal Ponorogo

KUS Boga Sumber Rejeki


KUS Multimedia - SMAN Badegan Ponorogo





SMAN 1 Ngadirojo Pacitan

KUS Busana


SMAN 1 Ngrambe

KUS Boga



SMAN 1 Gapura










Hardiknas 2021, Khofifah Minta Pandemi Tidak Melemahkan Semangat Kembangkan Pendidikan

Hardiknas 2021, Khofifah Minta Pandemi Tidak Melemahkan Semangat Kembangkan Pendidikan
Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2021, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta, agar pandemi Covid-19 tidak melemahkan semangat untuk mengembangkan pendidikan.

Seusai memimpin upacara Hardiknas, Khofifah menyampaikan tetima kasih kepada para guru, Kepala Sekolah, maupun orang tua, yang terus mendukung proses pendidikan selama Pandemi Covid-19. Yang mana, sekolah dilaksanakan di rumah.

"Para Kepala Sekolah itu posisinya sangat sentral, untuk bisa memberikan penguatan masing mading lembaga yang mereka pimpin," ujarnya di Gedung Negara Grahadi, Minggu (2/5/2021).
Di tengah Pandemi Covid-19, Jawa Timur, kata Khofifah, berhasil menggeser posisi DKI Jakarta pada kompetisi Sains Nasional. Hal ini menurut Khofifah adalah sesuatu yang luar biasa, mengingat 18 tahun Jatim selalu dibawah DKI.

"Dan itu juga adalah peran dari para orang tua yang tidak kalah pentingnya, para guru, dan para Kepala Sekolah," tambahnya.
Sejumlah prestasi Jatim lainnya adalah, pada saat SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) meraih peringkat pertama dan tertinggi nilainya dibandingkan peringkat kedua, untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes.
"Itu juga peran dari para Guru, Kepala Sekolah, para orang tua. Sehingga semangat anak didik ini akan terus terkawal," ucapnya.

Sementara itu, Irma Aprilia Rijayanti, yang merupakan Guru di SMKN 13 Kota Malang ini berharap, pada peringatan Hardiknas ini, program sekolah inklusi di Jatim semakin berkembang dan lebih baik.
"Saya berharap program inklusi di Jawa Timur jauh lebih baik dan lebih maju tanpa diskriminasi," tuturnya.

Pada peringatan Hardiknas di Jatim, Gubernur juga memberikan sejumlah penghargaan kepada insan pendidikan yang dinilai pantang menyerah dan terus berinovasi dalam menghadapi Pandemi Covid-19.
Salah satunya adalah Irma, yang menerima penghargaan sebagai guru sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dedikatif dan inovatif pada masa pandemi.