Orang boleh beda pendapat mengenai apakah sebaiknya anak-anak masuk SMA atau SMK, agar masa depannya menjadi cerah. Tetapi realitas menunjukkan fakta buram: di Jawa Timur lulusan SMA yang tidak melanjutkan kuliah cukup tinggi. Mencapai 67,84%. Padahal SMA itu sejak awal dirancang sebagai sekolah yang menyiapkan siswanya melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Angka anak tidak melanjutkan kuliah makin tinggi pada daerah-daerah pinggiran. Seperti di dua sekolah di Bojonegoro yang saya kunjungi bersama Rusdi Zaki kemarin. Lulusan SMAN1 Kalitidu yang tidak lanjut kuliah sebanyak 79%, bahkan di SMAN 1 Kesiman mencapai 85%. Ini berarti sebagian besar lulusan SMA langsung terjun berkompetisi ke dunia kerja, tanpa bekal memadai.
Maka harus dicarikan solusi. Untunglah ada program inovasi berupa Program SMA Double Track. Program jalur ganda ini dilaksanakan Pemprov Jatim bekerja sama dengan ITS Surabaya. Ini kreasi pertama di Indonesia. Tahun ini double track dilaksanakan di 157 SMA/MA yang tersebar di 28 kabupaten di Jatim. Syarat sekolah negeri penerima program keberpihakan ini adalah bila 60% lebih dari lulusannya tidak melanjutkan kuliah.
Anak-anak ini perlu dibekali sebuah keterampilan praktis supaya menjadi manusia produktif dan mandiri. Siswa kelas XI yang masuk kategori “berencana tidak melanjutkan kuliah” boleh mengikuti salah satu dari 7 keahlian yang ditawarkan sekolah yaitu tata boga, tata busana, tata kecantikan, multimedia, teknik elektro, teknik listrik, dan teknik kendaraan ringan.
Tentu porsi praktik dan materi pelatihan yang diberikan tidak sama dengan porsi siswa SMK. Ini semacam ekstrakurikuler yang diperluas. Mereka belajar di luar jam formal sekolah. Hari Jumat siang dan Sabtu, bahkan kadang dilembur sampai Minggu.
Yang mengagumkan, anak-anak peserta double track begitu antusias mengikuti kegiatan di bawah bimbingan trainer. Lihatlah, di SMAN 1 Kesiman sejumlah siswa sibuk membongkar sepeda motor untuk diperbaiki. Mereka “buka praktik” di bengkel sekolah pada hari Jumat siang dan Sabtu.
Siswa kelompok tata boga membuat roti sosis keju, setelah jadi, langsung dijual ke warga sekolah. “Ramadhan kemarin, kami mendapat banyak pesanan membuat roti kering. Kami Lebaran sudah bisa beli baju sendiri, dari hasil jualan roti,” kata Dina Restiana, siswa kelas XI-IPA1, peserta tata-boga.
Kepala Sekolah SMAN 1 Kalitidu, Dra. Musyarofah, M.Pd, mengatakan, ini program bagus. Anak-anak banyak yang berminat, tapi sayang kuotanya terbatas. “Kami kewalahan nolak siswa yang mau ikut double track ini,” katanya.
Tidak “mentala” dengan siswa yang telanjur mendaftar, maka pihak sekolah mengambil kebijakan, siswa yang di luar jatah kuota tetap boleh ikut pelatihan. Tapi mereka nanti harus rela tidak mendapat sertifikasi dari ITS. Apalagi tahun ini mereka “hanya” mendapat kuota 4 rombongan belajar, masing-masing terdiri dari 20 siswa. (*)
Sapa sukemi kemi
Catatan lapangan di sela penulisan buku SMA/MA Double Track Jatim, kuliah oke bekerja oke.